PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

1.    Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari bahasa Yunani Idein, yang berarti melihat atau idea yang berarti raut muka, perawakan, gagasan, buah pikiran dan logia yang berarti ajaran.
Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran (science and ideas).
Didalam ensiklopedia populer Politik Pembangunan Pancasila, ideologi merupakan cabang filsafat yang mendasari ilmu-ilmu seperti pedagogi- etika dan politik (Subandi Al Marsudi, 2001: 57).
Ideologi dalam arti praktis adalah kesatuan gagasan-gagasan yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik yang individual maupun yang sosial.
Penerapan ideologi dalam kehidupan kenegaraan disebut “Politik”. Karena itu sering terjadi bahwa ideologi dimanfaatkan untuk tujuan tertentu, misalnya: merebut kekuasaan.
Ideologi dalam kehidupan kenegaraan dapat diartikan sebagai suatu konsensus mayoritas warga negara tentang nilai-nilai dasar yang ingin diwujudkan dengan mendirikan negara. Dalam hal ini sering juga disebut Philosofische Grondslag atau Weltanschauung yang merupakan pikiran-pikiran terdalam, hasrat terdalam warga negaranya untuk di atasnya didirikan suatu negara.
Menurut Fran Magnis Suseno Seorang pakar filsafat, mengartikan ideologi dalam arti luas dan dalam arti sempit.
Dalam arti luas dan kurang tepat, istilah “ideologi” dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam arti ini keyakinan bahwa negara dan kesetiakawanan akan disebut ideologi. Penggunaan kata “ideologi” ini oleh kebanyakan penulis dianggap tidak tepat, bahkan menyesatkan. Apalagi pada banyak orang kata ideologi langsung menimbulkan asosiasi negatif. Orang biasanya tidak rela cita-citanya disebut ideologi. Tetapi karena dalam bahasa Indonesia, dengan mengikuti cara bicara yang terutama ditemukan dalam negara-negara komunis (yang mengaku Marxisme-Leninisme sebagai “ideologi” yang mereka banggakan), maka Franz Magnis Suseno menggunakan kata ideologi sebagai sesuatu yang positif, yaitu sebagai nilai-nilai dan cita-cita yang luhur, yaitu dalam arti sebagai “ideologi terbuka”.
Dalam arti sempit dan sebenarnya ideologi adalah gagasan atau teori menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Ideologi dalam arti ini disebut “ideologi tertutup” karena kemutlakannya tidak mengizinkan orang mengambil jarak terhadapnya. Secara singkat, dengan ideologi tertutup dimaksudkan sebagai gagasan-gagasan tertentu yang dimutlakkan.
Disamping kata “ideologi”, juga ada kata “ideologis”. Kata ini selalu berkonotasi negatif dan tidak pernah dipakai dalam arti “ideologi terbuka”. Setiap usaha untuk memutlakkan gagasan-gagasan tertentu disebut ideologi. Biasanya kata “ideologis” sekaligus membawa konotasi bahwa gagasan-gagasan yang dimutlakkan itu sebenarnya menyelubungi dan dengan demikian melindungi kepentingan-kepentingan kekuasaan tertentu.

2.    Kekuatan Ideologi
Menurut Alfian, seorang pakar ilmu politik, mengemukakan bahwa kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada kualitas 3 (tiga) dimensi yang ada pada ideologi itu sendiri.
a.    Dimensi Realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil berakar dalam dan/atau hidup dalam masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya (menjadi volkgeist/jiwa bangsa).
b.    Dimensi Idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberikan harapan ten     tang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari dengan berbagai dimensinya.
c.    Dimensi Fleksibilitas/Dimensi Pengembangan, yaitu ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya, dan menurut pakar ini Pancasila memenuhi ketiga kriteria dimensi tersebut.

3.    Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politiknya bangsa Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang dipergunakan sebagai acuan di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Semua gagasan-gagasan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini di tata secara sistematis menjadi satu kesatuan yang utuh.
Sebagai ideologi, Pancasila berlaku sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan aktivitas di segala bidang, dan karena itu sifatnya harus terbuka, luwes dan fleksibel, dan tidak bersifat tertutup maupun kaku, yang akan menyebabkan ketinggalan zaman.
Pancasila telah memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka, hal ini dibuktikan dari adanya sifat-sifat yang melekat pada Pancasila itu sendiri maupun kekuatan yang terkandung didalamnya, yaitu memenuhi persyaratan kualitas 3 (tiga) dimensi diatas.
Mengenai pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka, bukanlah berarti bahwa nilai dasarnya dapat diubah atau diganti dengan nilai dasar yang lain, karena bila dipahamkan secara demikian (sebagai pemahaman yang keliru), hal itu sama artinya dengan meniadakan Pancasila atau meniadakan identitas/jati diri bangsa Indonesia yang mana berlawanan dengan nalar dan tidak masuk akal.
Maka didalam pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka itu mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar dari Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman.
Dengan perkembangan atas nilai-nilai dasar ini Pancasila tidak berubah menjadi sebuah ideologi yang tertutup atau kaku yang hanya bersifat doktriner seperti halnya yang terdapat pada negara yang berpaham totaliter, disamping juga bukan sebagai ideologi yang bersifat utopia atau hanya terdapat dalam angan-angan belaka, melainkan bahwa ide-ide atau gagasan-gagasan dasarnya tersebut dapat dilaksanakan.
Pengembangan atas nilai-nilai dasar Pancasila dilaksanakan seara kreatif dan dinamis dengan memperhatikan tingkat kebutuhan serta perkembangan masyarakat Indonesia sendiri.
Dengan demikian nilai-niali dasar Pancasila perlu dioperasionalkan, yaitu dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai dasar dari Pancasila seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dijabarkan menjadi nilai instrumental, dan penjabaran atas nilai instrumental ini tetap mengacu pada nilai dasarnya, dan dari nilai instrumental menjadi nilai praksis.
Bangsa Indonesia tidak apriori menolak atau apriori menerima budaya asing yang masuk ke Indonesia, yaitu sepanjang budaya tersebut tidak bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia, dan sebaliknya akan memperkaya serta memperkuat atau memantapkan budaya yang telah ada, yang sudah barang tentu untuk dapat diterima harus melalui proses penilaian dan penyaringan dengan tolok ukur budaya bangsa Indonesia sendiri, yakni Pancasila.

Comments

Popular posts from this blog

Tutorial dasar CodeIgniter | Wisma Creatif

Gerakan Nasional #1000 Startup Digital Ignition

Cara Mendowload Versi Google Link Direct